HAI-Online.com - Pay Burman menceritakan masa kelamnya saat terjerumus narkoba yang membuatnya memulai kembali hidup dari bawah.
Baca Juga: Pay Burman Ceritain Bagaimana Awal Mula Slank Bisa Rekaman Album Pertamanya, Ternyata Ada Campur Tangannya
Pay Burman mengatakan mulai memakai narkoba sejak tahun 1993 ketika masih berada di Slank. Menurutnya, putau adalah jenis narkoba paling jahat yang bisa ngancurin hidup dan bisa bikin ornag jago ngebohong.
"Orang normal kalo pake putau jadi mabok, tapi orang yang udah biasa pake putau, kena putau jadi normal. Jadi supaya gue normal, gue harus kena kayak gitu setiap hari. Hancur tuh lama-lama, mulai tuh dunia tambah gelap," ucap Pay Burman dalam YouTube Batakvia Media.
Eks personel Slank itu menyebut gara-gara narkoba segala harta yang dimilikinya habis, bahkan gitar yang dimiliki juga dijual, "Semuanya habis, bahkan gitar sempat kejual semua," ujarnya.
Menurutnya, bagi seorang pemakai itu sebenarnya ingin berhenti tapi susah. Sampai pada saat itu, ibunya membawanya ke tempat rehabilitasi supaya bisa berhenti. Bagi Pay Burman, ibunya adalah sosok yang berjasa sehingga bisa membuatnya lepas dari jerat narkoba.
"Waktu gue masih make putau, dia (ibu) tuh nyamperin gue kemana-mana, bawain rantang kasih makanan, padahal dia single parents. Tadinya kan gue udah mulai support keluarga, tiba-tiba putus kan, lo bayangin deh usahanya kayak gimana, terus ngejagain gue," ucapnya.
Baca Juga: Nggak Cuma Ngajak Tawuran, Ahmad Dhani Muda Menonjol di SMA karena Fisik dan Punya Pengaruh
Pay Burman menuturkan ketika dia sukses bersama Slank, yang tadinya ibu dan adik-adiknya tinggal di Medan dibawanya ke Jakarta. Kalo dilihat dari situasi dia jatuh karena narkoba, dia mengibaratkan ibunya itu sangat luar biasa berperan seperti ibu dan ayah.
"Bahkan, gue pernah, 'Mak sekali aja deh terakhir ini make', ya dianterin gue ke bandar putau, make di tempat di Roxy, bedeng gitu, ngeliat gue yaudah terakhir dia bilang," ungkapnya.
Baca Juga: Cerita Lika-liku Kehidupan Pay Burman Semasa Kecil Sampe Akhirnya Tiba di Potlot Gabung dengan Slank
Mengenai saat dia direhabilitasi, Pay Burman menyatakan kalo rehabilitasi itu kayak penjara. Bahkan, dia sempat mencoba kabur dengan memanjat pagar kawat setinggi 3 lantai, lalu setibanya di lantai itu asbes yang dia pijak rubuh dan membuatnya terjatuh. Setelah itu, dia mencoba untuk lari dari tempat rehabilitasi tersebut.
- Hidup Musba Harnisun (46), manajer sebuah perusahaan kenamaan di Kawasan Industri Cikarang, Bekasi hancur gara-gara narkoba. Keluarganya awalnya sangat bahagia dengan istri serta dua orang anak dengan harta dua rumah, dua mobil dan tabungan yang berkecukupan.
"Anak pertamanya kini masuk kuliah di kampus di Semarang," kata kuasa hukum Musba, Abdul Hamim Jauzie saat berbincang dengan detikcom, Rabu (1/7/2015).
Jalan hidup Musba mulai berubah saat ia masuk dalam dunia maya pada 2008. Ia berkenalan di jejaring media sosial dengan orang baru. Salah satunya dengan WN Nigeria Lamido. Dari Lamido, Musba lalu terbius bisnis khayalan. Lamido mengaku mempunyai harta miliaran rupiah dan akan menginvestasikan ke Indonesia. Ia butuh rekanan di Indonesia dan Musba lalu tertarik bergabung. Sayang, untuk memuluskan bisnis ini, Musba harus keluar banyak uang guna mengurus izin dan membuka rekening di banyak bank. Bak tersedot magnet, Musba menuruti berbagai bualan Lamido.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Istri sudah mengingatkan Musba tetapi ia terus saja berkomunikasi dengan teman dunia mayanya," kata Hamim.
Berdasarkan pengakuan Musba, ia kerap ke luar negeri untuk bertemu Lamido. Hingga perjalanan ke Hong Kong pada 2 Agustus 2014 yang mengantarnya ke bui.
Saat hendak pulang ke Indonesia, Lamido menitipi Musba tas untuk diserahkan ke temannya di Surabaya. Karena merasa rekan bisnis, Musba percaya saja. Ia lalu terbang ke Bandara Soekarno-Hatta. Sepanjang perjalanan, ia tidak menaruh curiga sama sekali dengan titipan tas tersebut. Hingga sampai di Bandara Soekarno-Hatta dan ia dipanggil petugas.
"Saat dipanggil ditanya, apakah benar ini tas klien saya, ya sama klien saya dijawab iya. Saat dibuka, Musba baru tahu isinya adalah narkoba jenis sabu seberat 3,5 kg," cerita Hamim.
Merasa tidak bersalah, pria kelahiran 16 September 1968 itu tenang menjalani semua proses hukum. Musba merasa dirinya dijebak oleh orang yang tidak senang jika dirinya sukses. Musba dihukum 15 tahun penjara oleh PN Tangerang dan ia tidak terima lalu mengajukan banding. Pengadilan Tinggi (PT) Banten lalu tetap menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara dalam putusan yang diketok Senin (30/6/2015).
"Kalau saya meyakini klien ini disiapkan tanpa sadar untuk membawa tas itu dengan dibungkus penipuan bisnis," kata Hamim menganalisa.
Pria kelahiran Bau-bau, Sulawesi Tenggara itu kini harus meringkuk di penjara. Keluarganya hancur. Anak-anaknya tidak mau mengakui siapa bapaknya.
"Kita harus hati-hati berkenalan dengan orang di jejaring dunia maya," kata Hamim mengambil hikmah dari kasus ini.
Kasus ini mengingatkan kepada pensiunan pegawai PT KAI, Istomo Gatot (75). Ia mengaku ke India untuk mengurus orang yang akan menyumbang dana sosial. Orang itu dikenalnya lewat jejaring dunia sosial.
Saat pulang ke Indonesia pada 20 November 2013, Istomo dititipi koper berisi 3 kg sabu. Alhasil, Istomo duduk di kursi pesakitan. Oleh Pengadilan Tinggi (PT) Banten, Istomo dihukum 7 tahun penjara atau lebih rendah dari putusan tingkat pertama yang menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara.
: Rudi, 36, salah seorang mantan pengguna narkoba mengungkapkan sering meneteskan air mata jika menatap anak semata wayangnya. Bahkan, sekadar menceritakan anaknya saja, mata Rudi berkaca-kaca.
“Kehidupan saya hancur. Hancur karena narkoba,” ungkapnya membuka percakapan.
Rudi menggunakan narkoba jenis pil dan sabu-sabu sejak berusia 27 tahun. "Pergaulan yang menyeret saya mencicipi narkoba dan ketagihan. Pada saat itu saya sudah punya istri, dan anak saya masih berusia beberapa bulan,” ungkapnya, di Panti Rehabilitasi Sinai, Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu (28/10/2015).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Sejak pertama kali mengenal barang haram itu, selanjutnya Rudi rutin mengkonsumsi narkoba. “Satu minggu paling sedikit saya habiskan Rp300 ribu untuk narkoba,” imbuh Rudi.
Saat itu, dia masih mengkonsumsi secara sembunyi-sembunyi dari istri dan anaknya. Selang waktu berjalan Rudy merasakan perubahan negatif pada hidupnya.
“Badan saya jadi kecil, uang saya habis, bawaannya selalu ketakutan. Itu awal kehancuran hidup saya,” katanya.
Rudi menuturkan istrinya memutuskan pergi dari kehidupannya setelah mengetahui Rudi mengkonsumsi narkoba. Seorang diri, ia pun harus membesarkan anaknya. “Sampai sekarang setiap melihat anak saya, masih sering menangis. Ini semua kesalahan saya,” ujarnya.
Rudi telah menjalani rehabilitasi dan bertahun-tahun tidak lagi mengkonsumsi narkoba. Di momentum hari Sumpah Pemuda ini, Rudi juga menancapkan dalam-dalam sumpahnya untuk menjalani hidup lebih baik tanpa menyentuh narkoba.
Dalam kesempatan itu, Rudi juga mengajak pemuda di Indonesia untuk tidak sekali-kali mendekati narkoba. “Hidup saya sudah dihancurkan olehnya. Masa muda saya hancur, padahal seharusnya saya berkontribusi untuk bangsa,” ujar Rudi.
Panti Rehabilitasi Sinai merupakan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang menjadi tempat rehabilitasi pengguna narkoba. Pemilik panti, Artha Simatupang mengatakan, pecandu narkoba didominasi generasi muda.
Bahkan, ada satu orang pasien yang masih berusia sangat muda. “Calon dokter, tapi dia harus kehilangan cita-citanya,” kata Artha.
Tanpa menyebut nama, Artha mengatakan pemuda yang kini berusia 32 tahun itu mengkonsumsi narkoba sejak di bangku kuliah. Narkoba kemudian membuatnya berhalusinasi dan mengalami gangguan kejiwaan hingga saat ini. “Yang bersangkutan tidak dapat diajak berkomunikasi lagi,” pungkas Artha.
Bagi seorang Sukie Yehezkiel, teman adalah segalanya. Pengertian inilah yang membuatnya mau berkorban apa saja untuk bisa menyenangkan hati teman-temannya, termasuk hidup dalam pergaulan yang buruk. Minum-minuman keras dan pesta narkoba adalah dua hal yang kerap mereka lakukan.
“Ketika saya mulai bergaul sama mereka, saya berkorban buat mereka. Saya suka bayarin mereka, minum-minum bareng,ngeganja bareng. Saya merasa senang karena mereka ada di sisi saya. Saya merasa dihargai sama mereka,” terang pria yang akrab disapa Sukie ini.
Pergaulan buruk ini, tanpa disadari, menjadi awal kehancuran hubungannya dengan orang-orang yang ia sayangi. Mulai dari pertengkaran dengan istri dan berujung pada perpisahan. Hingga penyesalannya yang begitu mendalam atas kepergian ayah yang begitu mencintainya.
“Ketika papa saya meninggal itu, saya nyessel dengan kelakuan saya. Apa yang saya perbuat itu mengecewakan papa saya. Ketika papa saya meninggal itu, saya nggak ada di tempat. Saya merasa bersalah, saya merasa berdosa banget sama papa saya,” ucapnya.
Wajar saja, ayah bagi Sukie adalah teman yang selalu menyayanginya, sekaligus menjadi tempat untuk meluapkan masalah-masalah yang dia hadapi secara terbuka. Kehilangan itu tak hanya membekaskan kesedihan di hati Sukie tetapi juga beban karena kehilangan figur yang telah menopang hidupnya selama ini.
“Waktu itu pas keadaan papa saya meninggal itu, saya suka sedih. Saya bilang gitu, papa itu adalah sumber uang. Saya mikir, ketika saya sakau dia bisa tolong saya. Ketika saya nggak ada uang, dia bisa kasih saya. Tapi saat itu papa udah nggak ada,” kenangnya.
Rasa bersalah bahkan menyerangnya begitu berat setelah menikmati obat terlarang yang telah membuatnya kecanduan, tepat di dekat peti jenazah sang ayah. Dia mempersalahkan dirinya yang masih terus berkubang dalam kebiasaan buruk itu. Tanpa sosok ayah, dia merasa tak lagi berarti. “Saya sempat mikir, saya mau ikut papa. Buat apa hidup ini”.
Titi Royanti, istri yang telah meninggalkannya pun tergerak untuk menolong Sukie berbalik dari kebiasaan buruk dan kecanduannya terhadap narkoba. Harapan itu memang sering kali berjarak jauh dari kenyataan. Sukie tetap saja belum berubah. “Setelah papanya meninggal, Sukie itu bukannya berubah. Tapi malah, kalau menurut saya, makin parah,” kata Titi.
Menolong seseorang untuk sembuh dari kecanduan narkoba memang memakan waktu yang panjang. Penderitaan demi penderitaan silih berganti. Harta benda habis terjual demi menahan rasa candu yang tak tertahankan. Belum lagi peristiwa kebakaran di kompleks rumahnya menghanguskan seisi rumahnya. Ia tak lagi punya apa-apa saat itu.
“Dalam keadaan rumah saya kebakar, hati saya hancur. Saya merasa udah nggak ada harapan karena rumah saya udah habis kebakar. Akhirnya saya ungsiin mama saya ke rumah cici saya. Istri saya udah tinggal di rumah mertua saya. Saya nggak punya siapa-siapa lagi,” kata Sukie.
Di tengah keputusasaan, Sukie mulai berteriak meminta pertolongan Tuhan agar hidupnya diubahkan. Langit terbuka mendengar jeritan kesusahannya. Tangan Tuhan menolong tepat pada waktunya. Rumah Damai, sebuah panti rehabilitasi di Semarang akhirnya menjadi rumah tempatnya mendapatkan kesembuhan dari candu narkoba.
Selama menjalani rehabilitasi, Sukie banyak kali mendapat bimbingan dari pendiri Rumah Damai, Muliadi. Mereka diberi bimbingan secara rohani, bernyanyi dan berdoa. Proses pemulihan ini akhirnya berhasil memberi kebebasan pada Sukie. “Pada waktu saya ada di Rumah Damai, ada satu sesi waktu itu pak Muliadi (pendiri Rumah Damai) yang membagikan sesi itu”.
Sukie mengaku bahwa Tuhan adalah pribadi yang selalu menolong, baik saat harapan tampak sirna maupun saat ia hidup sebatang kara. “Dulu saya orangnya bergaul dengan siapa aja. Ternyata pergaulan saya sangat buruk. Bagi saya, teman bukan segalanya buat hidup saya. Saya tahu ketika saya susah, teman-teman saya meninggalkan saya, keluarga juga menolak saya. Mereka tidak ada di kehidupan saya. Cuma ada satu pribadi yang menolong saya, yaitu Tuhan Yesus Kristus”.
Pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik (1 Korintus 15: 33) adalah firman yang menjadi rema di sepanjang hidup Sukie setelah mengalami pemulihan dan pertobatan dari tingkah lakunya yang tidak benar. Kini, dia membuka diri untuk dipakai Tuhan melayani orang-orang yang mengalami masalah serupa dan membangun komunitas yang bertumbuh di dalam Tuhan.
“Bukan hanya dia diubahkan dari kecanduannya pada narkoba, tapi saat ini dia menjadi suami yang baik, papa yang baik dan hubungan keluarga besar pun menjadi lebih baik,” terang Titi.
Sumber : Jawaban.com (Sukie Yehezkiel & Titi Royanti)